Kamis, 31 Oktober 2013

Merubah Konflik Menjadi Sarana Belajar

Oleh:
Robi'ah Al-Adawiyah,S.H
Ketua KPPA BENIH Solo


“Anak-anak nggak pernah bertengkar mbak?” tanya seorang teman saat berkunjung kerumah dan ‘kebetulan’ anak-anak sedang dalam kondisi tenang.
“Anak-anak nggak bertengkar?Wah nggak seru dong” jawab sya bercanda.
Apa mungkin anak-anak tidak bertengkar dalam sehari saja? Saya rasa tidak mungkin. Marah, senang, kecewa, tidak setuju, berebut, bahkan mengamuk akan sering kita jumpai pada anak-anak kita. Pengalaman emosi positif dan negatif anak-anak dan orang dewasa tentu saja wajar sebagai bagian dari pembentukan karakter, pendewasaan dan kematangan emosional.
Hanya saja, mungkin yang perlu kita latih adalah bagaimana anak-anak (dan kita juga) belajar memaknai konflik dan mengelolanya. Juga bagaimana kita menjadikan ‘pertengkaran’ dan perselisihan antar anak atau anak-orangtua sebagai sarana belajar mengelola emosi dan menyelesaikan konflik dengan cantik

1. Bertengkar Dengan Wajar dan Beradab
siapa bilang bertengkar dan berdebat antar anak selalu buruk? Bahkan ada salah satu teman yang bercanda “Kalau masih bisa gelut (bertengkar) berarti sehat, Bu. Karena kalau anak sakit , nglemprek aja ditempat tidur tidak berenergi,hehehe” Saya jadi tersenyum tiap kali ingat joke teman saya itu. Ya, bertengkar tidak selalu buruk. Anak-anak yang sedang berkonflik bisa jadi sedang belajar mempertahankan diri, menganalisis dengan sederhana mana yang benar dan salah, dan mereka belajar mengungkapkan pendapatnya.

Nah, tugas kita sebagai orangtua adalah menetapkan ‘aturan’ bertengkar atau berselisih yang wajar.Misalnya, pertengkaran tidak boleh memakai kekerasan fisik, boleh berargument dengan bahasa yang baik, tidak menggunakan kata-kata kasar, dan jika terpaksa saling diam, tidak boleh lebih dari tiga hari. Yang jelas, para orangtua harus pula memberi contoh bagaimana menyalurkan emosi marah dengan wajar dan tidak berujung pada kekerasan fisik

2. Menjadi Mediator Pertengkaran yang bijak
Menjadi mediator yang bijaksana dalam pertengkaran anak-anak baik disekolah maupun dirumah adalah peran dari orangtua dan guru. Banyak kita temui disekolah misalnya, ketika anak-anak saling bertengkar para orangtua mereka gagal menyikapi secara dewasa dan bijak. Akibatnya, anak-anak sudah berdamai, orangtua mereka masih saling sewot dan tidak bertegursapa

Utamanya dalam pertengkaran anak-anak dirumah, hendaknya ada beberapa hal bijaksana yang dapat dilakukan oleh orang tua. Diantaranya, tidak terburu-buru ‘mevonis’ bersalah pada salah satu anak yang bertengkar. Penting bagi orangtua menggali sebab pertengkaran, berkomunikasi dengan anak-anak yang berselisih untuk mendapatkan akar permasalahan. Setelah itu mengarahkan anak-anak pada solusi yang terbaik.
Untuk itu, memang penting bagi orangtua untuk melatih juga meredam emosinya saat melihat anak-anak bertengkar agar kita dapat berempati dengan masalah mereka, berbicara dengan nada yang netral serta tidak terpancing konflik anak-anak

3. Belajar mengelola konflik dan meredam amarah
anak-anak bertengkar dengan banyak alasan. Berebut barang, mencari perhatian, menginginkan sesuatu dan banyak alasan lain. Meluapkan emosi berlebihan memang bukan cara yang baik. Maka kita (orangtua) dan mereka harus belajar mengelola konflik dengan sehat. Dari beberapa refernsi yang saya baca, beberapa hal kecil ini dapat menjadikan konflik antar anak atau ank-orangtua bisa berakhir lebih elegan. Misalnya dengan memeluk anak2 yang sedang berselisih, berkonflik dengan kita, melatih pernafasan untuk latihan meredam amarah.Kita dapat pula melatih anak-anak tidak berbicara sambil mengamuk karena kita tidak dapat menangkap maksud mereka.

4. Agar Konflik Berakhir Cantik

Akhirnya, mengakhiri konflik dengan cara simpatik dan cantik adalah penting. Kadang memang tidak sepenuhnya benar cara menyuruh anak sulung kita misalnya, untuk selalu mengalah, karena dia pun sebenarnya masih merasa kanak-kanak. Saat konflik sudah dapat dibicarakan dengan terbuka, kesalahan sudah terevaluasi, maka tugas kita para orangtua dan guru untuk mengishlah dua pihak yang berkonflik. Memuji bahwa mereka orang-orang yang hebat, mampu mengendalikan marah dan mampu memaafkan oranglain. Kata-kata afirmasi positif akan menaikkan kepercayaan diri mereka, dan penghargaan terhadap diri dan oranglain. Dengan penyelesaian yang bijak dan adil maka konflik justru dapat menjadi ajang mengenali karakter dan berkonflik dengan sehat dan dapat menjadi sarana belajar.
wallahu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar