Selasa, 18 Juni 2013

Jangan Jadi Orang Tua 'Traumatis', ah!

cerita 1
Suatu saat saya berkunjung ke rumah salah stu kerabat. Sebuah keluarga kecil dengan satu anak berusia hampir tiga tahun.Sebenarnya saya salut dengan 'semangat' si Ibu melimpahi anak perempuan sulungnya dengan berbagai 'sarana' permainan. Juga saya melihat si ibu sangat 'peduli' dengan penampilan putri kecilnya yang hanya berselisih sebulan dengan anak ketiga saya.Hmm.... saat saya iseng-iseng kedapur dan melihat banyak mainan masih bagus, maka timbul keisengan saya hihihi.Saya melihat 3 buah sepeda dengan berbagai ukuran,dari yang di dorong, sepeda roda tiga, dan yang terbaru sepeda agak besar dengan tiga roda, lalu mainan kuda-kudaan,kolam renang tiup, wah komplit deh.sampe-sampe saya berceletuk ringan
,"'wah coba si Nara (bukan nama sebenarnya) cepet punya adek ya.Ni udah siap jadi PAUD nih lengkap mainannya." dasar saya.


Lalu saya hitung sepatu dan 'koleksi' sandalnya ada 12 pasang! waw!jumlah yang terbilang banyak untuk gadis kecil. dengan berbagai model dan warna.Hm....usut punya usut, si Ayah gadis kecil itu setiap bulan selalu membelikan mainan baru dan lumayan 'mahal' untuk putrinya, si ibu juga gemar belanja,modis, selalu memasangkan baju dengan sepatunya, dan....begitulah.Mungkin bagi saya yang memiliki hampir 5 anak dan 'konvensional' dan fungsional dalam hal membelikan barang terutama sepatu dan mainan sehingga tidak ada penumpukan, keluarga kecil tersebut sangat 'wow' hihihi.Usut punya usut si ibu muda ini punya adik yangbanyak dari keluarga sederhana dan merasa masa kecil dan remajanya tidak dapat memmiliki mainan dan barang-barang yang dia inginkan

cerita 2
Ada seorang ibu yang curhat pada saya kenapa anak-anaknya susah makan, dan tidak pernah (baca:jarang) menyukai masakan ibunya."padahal saya juga sudah berupaya agar saya bisa memasak seperti di restoran lho mbak.." Usut punya usut ternyta si ibu selalu 'mengabulkan' setiap permintaan anak-anaknya ketika mereka ingin produk-pruduk fast food dan makanan-makanan'resto'. Apa alasannya? "yah...saya dulu waktu kecil pengen begituan gak keturutan mbak...jangan sampai anak saya merasakan seperti saya..." hadeeh...

Bagaimana? sudah menangkap poin tema tulisan saya kali ini? Coba kita cari cerita-cerita serupa disekitar kita aatau kita tilik diri kita sendiri. Akhirnya saya pun menemukan sebutan untuk orantua tipe ini : ORANGTUA TRAUMATIS.bagaimana tipikal orangtua seperti ini dan bagaimana 'gaya' mengasuh anak-anak mereka dan akibatnya?semoga pengamatan kecil-kecilan saya ini menginspirasi
  • * Para orangtua traumatis sering mengasihani dirinya sendiri dan masa lalunya yang 'kurang beruntung', kurang bahagia sebagai latar belakang mememnuhi segala keinginan anaknya sebagai 'penebus' masa lalunya
  • * Orangtua traumatis merasa bahwa kebahagiaan, kebutuhan dan rasa gembira anak-anya selalu sama dengan masa kecilnya
  • * Orangtua traumatis menetapkan semua standar materi untuk anaknya sampai dengan selera makanan sekalipun!dengan alasan "jangan sampai dia seperti aku"
  • * Orangtua traumatis seringkali tidak dapat membedakan antara KEBUTUHAN  dan KEINGINAN anak-anaknya dan seringkali merasa TAKUT untuk menolak, melarang bahkan takut memberikan pertimbangan
Apa akibat dari sikap ini? Ada beberapa kasus yang saya amati dan saya ambil pelajaran dari tipikal orangtua yang semacam ini terhadap perkembangan anak-anaknya dimasa kecil maupun setelah besar, diantaranya
1. Anak-anak yang dibesarkan dengan keberlimpahan tanpa kontrol dan tanpa rasa  tanggungjawab akan sesuatu  akan menjadikan anak yang sulit berbagi, possessive saat dewasa, dan enggan berproses untuk mendaptkan sesuatu (daya kompetitif yang rendah)
2. Anak-anak yang tidak terbiasa menerima penolakan dan larangan, akan bertumbuh menjadi anak dan kelak orang dewasa yang sulit mengakui kesalahan, enggan menerima saran dan perbedaan serta sulit beradaptasi
3. Anak-anak yang 'terlalu lama' menjadi anak semata wayang dan kebetulan pula  dibesarkan oleh kedua orangtua dengan tipikal diatas, akan tumbuh menjadi anak pencemburu, enggan berbagi dan merasa harus selalu menjadi pusat perhatian
4. Anak-anak yang dibesarkan dengan 'masa lalu' orangtuanya akan menjadi pribadi yang tidak memiliki pilihan, peragu dan tidak memiliki inisiatif

Bagaimana????Ternyata  memang tidak mudah melepaskan pengaruh masa lalu dan masa kecil kita.Namun jika kita berpikir bahwa anak-anak kita adalah pribadi yang 'lain' dari kita, maka semstinya kita mengasuh dan membesarkan mereka agar siap HIDUP UNTUK ZAMANNYA. Dengan begitu, kita menjadi orangtua yang menjadikan masa lalu kita cukup sebagai pelajaran dan tetap menjadikan pengasuhan anak-anak kita sebagai penyiapan generasi yang lebih baik (bukan lebih 'terpenuhi' secara materi).

Kita semestinya menjadi orangtua yang tak hanya mengiyakan segala keinginan namun sesekali memberi pertimbangan bahkan mungkin larangan kepada anak-anak kita jika itu memang lebih menyelamatkan mereka dari hal-hal buruk dikemudian hari. AKhirnya, anak adalah amanah yang menjadikan kita lebih cerdas dan lebih sholih, semestinya.Wallahu a'lam bishshawwab.

(Rabi'ah Al-Adawiyah/ Ketua KPPA Benih Solo)

(tulisan ini menjadi salah satu  materi dalam kajian rutin  Sekolah Ibu Mengasuh Anak (SIMAK)  KPPA Benih-solo)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar